SEBAGAI CATAN UNTUK KITA SAMA-SAMA MENGETAHUI TENTANG PELAKSANAAN
LEMASA DENGAN PEMERINTAH DAERAH MIMIKA KARENA DUA LEMABAGA INI MEMPUNYAI
SUPERMASI HUKUM YANG SAMA.
OLEH
JERBEAM AMOKO
Pada 1994 Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme (LEMASA) didirikan. Tom
Beanal sang pemimpin ingin membangun jembatan politik dan budaya agar
eksistensi Amungme sebagai ‘manusia’ diakui. Agar Amungme mampu bersatu
dan memperjuangkan hak-haknya di dalam berhadapan dengan kekuatan
raksasa PT Freeport Indonesia, represi aparat ABRI (militer) dan tekanan
halus migrasi dari dalam maupun dari luar kawasan Papua...
Visi yang terbuka dan inklusif, membuat LEMASA berhasil tumbuh kuat
hingga sekitar 1998-99 dengan kerjasama WALHI, YLBHI, ELSAM dan LSM
Jakarta dan Jayapura lainnya. LEMASA melahirkan tokoh-tokoh muda seperti
Yopi Kilangin, Benny Tsenawatme (alm.), Bosco Pogolamun, Paulus
Kanongopme (alm.), Yohanes Pinimet, Yohanes Deikme, Thomas Uanmang, Mus
Pigai dan lain lain. Kegiatan adat di tingkat kampung (nol naisorei)
bergerak antusias. Inisiatif kredit mikro dan kios-kios kecil mulai
tumbuh. Tambang galian C dikuasai. LEMASA hadir sebagai mediator konflik
yang efektif. LEMASA hadir sebagai payung yang berwibawa bagi Amungme
dan suku-suku lain. LEMASA memulihkan harga diri Amungme...
Berkat LEMASA, pelanggaran HAM Tembagapura 1994-1995 terpublikasi. Pada
1997 Bosco dan Paulus dari LEMASA pula yang pergi ke Bela dan Alama
membongkar pelanggaran HAM. Dengan percaya diri, pada 1996 pemimpin
LEMASA menolak dana 1 persen dari Freeport berdasarkan prinsip-prinsip
mendasar tentang hak-hak Amungme dan Kamoro. Sang Torei Negel Tom Beanal
waktu itu menuntut Freeport atas keterlibatannya dalam pelanggaran HAM
di pengadilan Lousiana AS. Freeport dipaksa untuk mengakui kekuatan
Amungme. Artinya, LEMASA sudah pernah membuat Amungme diakui dan
dihargai. Sudah mengembalikan Amungme sebagai salah satu tuan di tanah
sendiri.
Tapi LEMASA sebagai alat perjuangan meredup sejak akhir 1998 ketika
Benny disibukkan proyek-proyek dari Freeport. Juga ketika Tom menerima
posisi sebagai komisaris Freeport dan aktif sebagai Wakil Ketua
Presidium Dewan Papua (PDP). Tidak hanya Benny dan Tom yang meninggalkan
LEMASA, tetapi yang lain kemudian aktif mengelola dana kemitraan 1
persen dari Freeport di bawah payung Lembaga Pengembangan Masyarakat
Irian Jaya (LPMI) pimpinan Meno Yopi Kilangin... Sebagian besar Amungme
lalu lupa bahwa LEMASA adalah akar kekuatan yang harus dijaga dan
ditumbuhkan...
LEMASA stagnan sejak kepemimpinan Paulus Kanongopme. Fungsi utama LEMASA
sebagai representasi Amungme dan pelayan masyarakat Amungme dalam
penyelesaian konflik tidak ada lagi. Paulus tidak memperhatikan kegiatan
lembaga dan lebih sering berada di luar untuk urusan di luar lembaga.
LEMASA pun ambruk pelan-pelan. Pada masa itu saya mencoba mengingatkan
para tokoh muda Amungme untuk segera membuat Musdat baru mengatasi hal
ini, tapi tidak ada tindak lanjut. Sejak 2004, setelah Paulus meninggal,
LEMASA dikelola sementara oleh beberapa Amungme dan memang tidak ada
perbaikan. Direktur LEMASA definitif harus menunggu Musyawarah Adat
(Musdat).
Singkat cerita, pada Februari 2007 diselenggarakan Musdat LEMASA dengan
biaya yang rencananya Rp 1 milyar dan membengkak Rp 1,5 milyar. Pada
forum ini Amungme Naisorei (Dewan Adat Amungme) memilih direktur baru
LEMASA Yan Onawame, yang merupakan pensiunan PNS Kehutanan. Dia tidak
punya banyak catatan dalam perjuangan LEMASA sebelumnya. Pada masa ini
dana untuk LEMASA berlimpah, sekitar Rp 4 milyar dari LPMAK dan Pemkab
Mimika. Tetapi dana itu menjadi jebakan sosial. Kegiatan kelembagaan
yang substansial tidak jalan. Para pengurusnya hanya sibuk dengan
alokasi uang. Diperkirakan untuk honorarium diperlukan Rp 1,8 milyar per
tahun dan yang lainnya digunakan secara tidak produktif bagi lembaga.
Yan juga belakangan dituduh menggelapkan bantuan Rp 2 milyar dari
pemerintah.
Selanjutnya, cerita LEMASA kini dipenuhi dengan konflik internal. Yan
Onawame dan pengurus di bawahnya dipecat oleh Torei Negel Tom Beanal.
Alasan pemecatan intinya mengatakan bahwa Yan dianggap gagal sebagai
direktur. Tom menunjuk pengurus baru sementara untuk selamatkan LEMASA.
Di pihak Tom dkk dan wartawan bisa bertemu tapi entah dimana. Merasa
disingkarkan oleh Tom, Yan menuntut balik sebesar Rp 1 trilyun. Sudah
dapat diduga bahwa akan ada kejadian-kejadian lain yang memalukan
Amungme.
Sekarang ini, jangan harap lagi LEMASA mampu melayani Amungme dan
menjalankan fungsi seperti pada masa 1994-1998. Sejak 1999, peran LEMASA
dalam penyelesaian konflik di Kabupaten Mimika hampir nol. Pemimpin
Amungme selevel Tom Beanal dan Yopi Kilangin tidak akan muncul lagi jika
arena kepemimpinan seperti LEMASA tidak berfungsi lagi. Tidak akan ada
lagi orang Amungme yang mampu secara berwibawa berbicara dan bertindak
atas nama masyarakat adat Amungme. Tidak ada lagi orang Me, Jawa, atau
Bugis yang mengadu kepada LEMASA karena tanahnya diserobot oleh orang
Dani, Me, atau yang lainnya.
Tidak ada lagi arena bagi orang Amungme untuk datang dan berkumpul
bercerita sambil belajar, mengklarifikasi rumor, serta rumah bagi siapa
saja yang ingin dilindungi hak-haknya berdasarkan adat. Tidak ada lagi
Amungme yang kuat dan membuat orang-orang lain menganggukkan
kepalanya... Atau masih ada generasi muda?Amungme tidak lagi mampu
berbicara dengan berwibawa di Amungsa. Siapa pemimpin Amungme yang
sekarang sudah hidup ‘makmur’ mampu dan mau menyadari situasi ini dan
berjuang untuk mengatasinya?
akan tetapi sekarang di perjual belikan tanah adat,& tata
pelaksanaan tradisi budaya adat amungme sehingga banyak terjadi konflik
sepanjang tahun,,
lemahan lembaga tersebut maka tanah amungsa hancur total.
jadi sekarang jadi pertanyaan saya adalah
1.Apakah peran dan fungsi LEMASA semenjak berdirinya Lembaga tersebut??
2.Sudah sejauhmana penerapan supermasi hukum adat amungme yang
diteterapkan di timika melalui LEMASA dalam batas wilayah pembagian
tanah Amungsa??
3.Apakah hukum pemerintah sudah intekrasikan dengan Hukum adat melalui
LEMASA U/mengatur konflik masyakarat dan sertivikasi tanah adat Amungsa
.Apakah peran dan fungsi LEMASA semenjak berdirinya Lembaga tersebut??
BalasHapus2.Sudah sejauhmana penerapan supermasi hukum adat amungme yang diteterapkan di timika melalui LEMASA dalam batas wilayah pembagian tanah Amungsa??
3.Apakah hukum pemerintah sudah intekrasikan dengan Hukum adat melalui LEMASA U/mengatur konflik masyakarat dan sertivikasi tanah adat Amungsa